Dianggap Rugi, Padahal Untung! PDAM Tarakan Buktikan Transparansi Aset

Redaksi
Redaksi

TARAKAN — Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tarakan mencatatkan kinerja keuangan yang membanggakan dalam lima tahun terakhir. Meski secara akuntansi sempat tercatat mengalami kerugian, hal tersebut dipastikan hanya terjadi di atas kertas akibat beban penyusutan aset yang besar.

Penjelasan ini disampaikan dalam pertemuan bersama Direktur BUMD dan Kasubdit di Kementerian Dalam Negeri. Dalam kesempatan tersebut, dijelaskan bahwa kasus PDAM Tarakan berbeda dari PDAM lainnya di Indonesia. PDAM Tarakan justru secara riil mencetak keuntungan signifikan dari tahun 2020 hingga 2024.

“Tahun 2020 sampai 2023, PDAM memang mencatat kerugian secara laporan keuangan. Namun itu hanya terjadi di atas kertas karena beban penyusutan yang besar. Padahal, secara real PDAM untung,” ujar Direktur Perumda PDAM Tirta Alam Tarakan, Iwan Setiawan, Kamis (17/4/25).

- Advertisement -
Ad imageAd image

Beban penyusutan yang besar ini timbul akibat penyerahan aset dari Pemerintah Kota Tarakan kepada PDAM yang berlangsung dari tahun 1999 hingga 2019. Penyerahan aset dilakukan secara menyeluruh (gelondongan) dan dibukukan seluruhnya pada tahun 2023, sehingga nilai penyusutan melonjak drastis.

Menurut data, penyusutan PDAM Tarakan pada tahun 2023 tercatat mencapai Rp42 miliar. Namun sebelum penyusutan, PDAM sebenarnya mencetak laba sebesar Rp24 miliar. Situasi ini telah dipahami oleh Kemendagri, Kantor Akuntan Publik (KAP), BPK, maupun BPKP.

“Beban penyusutan adalah biaya non-tunai. Tidak ada uang keluar, namun tetap membebani laporan keuangan. Ini sering menimbulkan kesan keliru bahwa perusahaan merugi,” tambahnya.

Sebagai respons atas fenomena ini, Direktur BUMD Kemendagri dalam waktu dekat akan menerbitkan surat edaran yang menegaskan bahwa PDAM yang tercatat merugi secara akuntansi belum tentu mengalami kerugian secara riil. Surat ini juga akan mengatur bahwa PDAM yang secara riil mencetak laba tetap dapat menyetor dividen ke pemerintah daerah, sesuai kebijakan kepala daerah masing-masing.

“Biaya penyusutan adalah semacam ‘biaya hayalan’ yang muncul dari pencatatan akuntansi, bukan pengeluaran nyata. Misalnya kita membeli mobil dengan usia pakai 8 tahun, maka setiap tahun wajib dicatat penyusutannya 12,5%, padahal tidak ada uang keluar,” Ujar Pria Kelahiran Balikpapan itu.

PDAM Tarakan menjadi salah satu contoh terbaik dalam penataan administrasi aset. Semua aset telah dibukukan secara tuntas, sehingga beban penyusutan yang besar pun dapat dipertanggungjawabkan secara transparan.

Dalam lima tahun terakhir, PDAM Tarakan telah membukukan laba lebih dari Rp100 miliar dan diperkirakan tahun ini PDAM Tarakan akan menyetor dividen sebesar Rp38 hingga Rp40 miliar ke kas Pemkot Tarakan.

Kinerja ini disebut sebagai yang terbaik sepanjang sejarah PDAM Tarakan dan menjadi bukti bahwa pengelolaan profesional mampu menghasilkan keuntungan signifikan, meski tantangan administrasi dan persepsi publik masih kerap dihadapi.

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *