Penguatan Kelembagaan Pasca Putusan MK 135, Bawaslu Dorong Reformasi Sistem Pemilu

Redaksi

NUNUKAN – Sejumlah pemangku kepentingan di Kabupaten Nunukan menggelar rapat bertema “Penguatan Kelembagaan Pasca Putusan MK No. 135/PUU-XXIII/2025” pada Senin (15/9/2024) di Café Sayn, Nunukan.

Kegiatan ini dihadiri oleh Anggota Bawaslu Provinsi, perwakilan Bupati dan DPRD Kabupaten Nunukan, Kepolisian, Kejaksaan, partai politik, serta unsur Forkopimda. Tiga narasumber utama hadir memberikan pandangan terkait arah reformasi kelembagaan penyelenggara pemilu.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Narasumber pertama, Moch Yusran, menjelaskan bahwa Putusan MK Nomor 135/PUU-XXIII/2025 menegaskan frasa “rekomendasi” dalam Pasal 139 UU Pilkada dimaknai sebagai “putusan”. Artinya, hasil penanganan pelanggaran administrasi pilkada memiliki kekuatan hukum yang lebih mengikat.

Menurutnya, proyeksi kelembagaan Bawaslu ke depan bisa diarahkan pada tiga opsi:

1. Bawaslu hanya fokus mengawasi tahapan, sementara pelanggaran ditangani Peradilan Pemilu.
2. Bawaslu menjadi Badan Adjudikasi Pelanggaran Administrasi dan Sengketa Proses Pemilu.
3. Penguatan kelembagaan Bawaslu saat ini agar lebih terukur.

Ia menekankan perlunya perbaikan kewenangan yang selama ini dinilai tumpang tindih antara pencegahan, penindakan, dan penyelesaian sengketa. “Kita sudah bekerja seringkali dianggap tidak bekerja. Kompleksitas kewenangan inilah yang perlu diperjelas di UU baru,” tegas Yusran.

Sementara itu, Sulaiman memaparkan lima pertimbangan mendasar dalam Putusan MK 135. Di antaranya, dominasi isu nasional yang menggeser isu lokal, lemahnya kaderisasi partai politik, kejenuhan masyarakat terhadap banyaknya surat suara, tingginya angka kematian saat pemungutan suara, serta perlunya penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu.

Ia menilai, Bawaslu ke depan harus memiliki kewenangan memutus, bukan sekadar memberi rekomendasi. “Putusan itu wajib ditaati KPU. Ini membutuhkan SDM yang lebih banyak dan profesional agar setiap sengketa bisa diselesaikan cepat dan tepat,” ujarnya.

Narasumber ketiga, Kadri Yusuf, menegaskan bahwa bola pembahasan kini ada di DPR. RUU Pemilu sudah masuk Prolegnas dan dipastikan akan dibahas lebih cepat.

Menurutnya, Putusan MK 135 memiliki implikasi besar, yaitu pemisahan pemilu nasional dan lokal sehingga beban kerja berkurang serta memberi ruang perbaikan sistemik. Ia mendorong agar UU Pemilu dan UU Pilkada digabung menjadi satu aturan untuk mengurangi fragmentasi hukum serta meningkatkan kepastian di seluruh tahapan pemilu.

“Reformasi kelembagaan, penyempurnaan kerangka perundang-undangan, dan peningkatan partisipasi masyarakat harus menjadi fokus pembahasan ke depan,” kata Kadri.

Dalam forum ini, Bawaslu Nunukan juga menegaskan pentingnya seluruh putusan MK, termasuk Putusan 135, dimasukkan ke dalam RUU Pemilu mendatang. Harapannya, penyelenggaraan pemilu dan pilkada ke depan lebih berkualitas, berintegritas, serta menjamin hak politik masyarakat.(*)

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan