TARAKAN – Maraknya pemberitaan di media massa mengenai kekerasan seksual terhadap anak cukup membuat masyarakat terkejut. Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi fenomena gunung es.
Hal ini disebabkan kebanyakan anak yang menjadi korban kekerasan seksual enggan melapor. Karena itu, menjadi perhatian khusus Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tarakan, Adam Saimima. Pihaknya pun siap menuntut berat para predator kejahatan seksual anak untuk memberikan efek jera.
“Memang kasus kekerasan seksual pada anak ini menghawatirkan sekali. Tahun ini saja, hingga April kami telah menangani dua kasus,” terangnya, Senin (25/4/2022).
Kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang, di samping berdampak pada masalah kesehatan di kemudianhari, juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga dewasa. Berakaitan hal ini, saat ditanya mengenai apakah hukuman mati bisa diterapkan kepada para pelaku seperti kasus guru pesantren di Bandung.
“Hal tersebut sangat bisa dan layak. Terlebih, jika dilakukan terhadap puluhan anak di bawah umur. Hanya saja hukuman harus disesuaikan dengan fakta perbuatan dan pembuktian tetap harus disidangkan terlebih dahulu,” ungkapnya
Namun, berdasarkan aturan yang berlaku predator anak rata-rata mendapat hukuman tinggi. Hal ini karena pelaku dijerat dengan UU Perlindungan Anak dengan rata-rata hukumannya adalah 15 tahun penjara.
Adam pun menegaskan bahwa kelainan seksual bukan menjadi alasan sehingga hukuman pelaku dapat diringankan. Sebab, tindakan pelaku jelas melanggar hukuman karena dilakukan dengan paksaan. Terlebih dilakukan kepada anak di bawah umur.
“Kami selalu melibatkan ahli dalam persidangan. Soal hukuman tidak ada pengecualian,” tuturnya.
Dalam hal ini, kekerasan seksual pada anak menjadi atensi pemerintah Kota Tarakan saat ini. Bahkan, Pemkot mengadakan rapat khusus membahas persoalan tersebut. (*)