TARAKAN – Kepatuhan wajib pajak makin membaik meski dilanda dampak virus corona. Hal ini tercermin dari realisasi rasio kepatuhan pajak pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) tahun ini. Pada tahun ini, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tarakan bahkan diberikan target lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Kepala KPP Pratama Tarakan Gerrits Parlaungan Tampubolon menjelaskan tingkat kepatuhan secara pelaporan, Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan semakin baik.
“Di KPP Pratama Tarakan, waktu yang sama dibandingkan tahun lalu, setiap bulannya mengalami pertumbuhan 11 persen. Kepatuhan SPT Tahunan saat ini sampai 11 Agustus, Tarakan sudah masuk 32.794 SPT. Tumbuh 11 persen dibandingkan tahun lalu,” terangnya belum lama ini.
Lanjutnya, terhadap target tahun ini, untuk SPT bahkan sudah mencapai 85,09 persen target yang terpenuhi. Sisa 15 persen target yang belum terpenuhi, ia pun optimis selesai sebelum akhir tahun ini. Capaian target KPP Pratama Tarakan, di atas rata-rata Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kaltimtara dan nasional.
“Penerimaan di awal semester 2, pada Juli lalu dinaikkan targetnya, dari Rp1,25 triliun menjadi sekitar Rp1,76 triliun. Capaian penerimaan sudah terpenuhi sekitar 76,18 persen. Dibandingkan tahun lalu, tumbuh sekitar 49,43 persen,” jelasnya.
Kemudian, Pertumbuhan penerimaan yang sangat baik merupakan bentuk kepatuhan pajak dari WP yang ada di Tarakan. Pertumbuhan 49,43 persen ini dengan pertumbuhan alami yang tidak sampai 15 persen. Pertumbuhan alami ini merupakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, dari rilis kemarin sekitar 5 persen. Pajak tumbuh mengikuti pertumbuhan alami, seharusnya pajak tumbuh 15 persen dibandingkan tahun lalu, terlebih dengan inflasi 5 persen yang merupakan pertumbuhan ekonomi untuk penghasilan. Faktanya, di KPP Pratama sudah tumbuh cukup tinggi dari target. Hal ini menjadikan gap positif sebesar 34 persen.
“Kalau diam-diam saja, hanya jalankan rutinitas saja pertumbuhan bisa mencapai 15 persen. Karena kami sinergi dan kerja, sudah tumbuh 49 persen,” ungkapnya.
Pihaknya mendorong agar SPT tahunan yang masih hanya memasukkan laporan dan belum sepenuhnya melaporkan harta dan penghasilannya. Artinya, dilaporkan nihil padahal mungkin punya penghasilan dan tidak dicatatkan.
Budaya melapor ini perlu, agar saat melapor ada dokumentasi. Menghindari ditagih dengan jumlah besar ditambah sanksi administrasi.
Kendati begitu, mengharapkan pajak dibayar setiap bulan, hanya berkisar 0,5 persen dari nilai penghasilan. Kepatuhan melaporkan SPT meningkat semakin baik, juga harus sama dengan harta yang dilaporkan semakin lengkap dan jelas kemudian dibayar. Terlebih lagi bagi pegawai misalnya, yang ternyata memiliki pekerjaan diluar pegawainya.
“Misalnya hobi yang produktif, pelihara burung yang menang lomba, pemiliknya harus membayar pajaknya. Ibu rumah tangga yang usaha dropshipper pun juga harus ada perhitungan pajak, apalagi kalau ternyata nilai pendapatannya sampai Rp10 juta setiap bulan,” tutupnya.