Agenda Terselubung: Ruang Berkumpul, Kebebasan Berekspresi dan Melawan Bayang Ketimpangan

Redaksi
Redaksi

Sinar matahari siang itu di Bumi Paguntaka cukup menyengat. Sejumlah orang berkumpul di halaman RT 4, Taman Kuliner Karang Rejo, kota Tarakan, Minggu, 4 Mei 2025. Mereka menunggu Kolektif Literasi Jalanan Tarakan membuka perhelatan Agenda Terselubung.

Dilantai dua, tim medis Andalan sedang mempersiapkan alat cek kesehatan gratis, sementara dilantai satu, tim modus melebur bersama anak-anak di tengah pohon rimbun dan panasnya matahari. Beberapa orang dari Literasi Jalanan sedang sibuk mempersiapkan sound system ala kadarnya.

“Kita sambung kabel soundnya dulu ya teman-teman, ditunggu dulu,” kata seorang dari Gerombolan Literasi Jalanan Tarakan kepada yang hadir melalui pengeras suara yang dipegangnya.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Agenda Terselubung yang diinisiasi oleh Kolektif Literasi Jalanan Tarakan, 76 Coffe, komunitas, dan warga sekitar Karang Rejo yang memang digelar untuk ajang berkumpul, bersolidaritas, dan melawan bayang-bayang ketimpangan.

Perhelatan ini tentu kalah meriah dengan gelaran Jalan Santai disaat May Day, Pestapora ala Pemerintah maupun pegelaran Diskusi Publik yang digelar Aktivis Kampus demi membangga-banggakan Gordon, ornamen warna warninya, Jargon untuk perubahan, dan _lalala_ lainnya yang tak lebih dari sekadar kata. Semuanya menjelma menjadi narsisme yang kemudian menciptakan hierarki dan sekat-sekat.

Ditengah keterbatasan ruang, ide dan gagasan punya ruang yang lebih luas untuk dihambur-hamburkan oleh sekawanan yang baru. Perihal kegagalan dan hasil buruk, hanya keberanian yang punya jawabannya. Jika saya parafrasekan maksud mereka mengadakan Agenda Terselubung ini, yakni karena negara tidak memberikan harapan.

“Dari segala kemungkinan tersebut, bakal tetap membersamai dengan hambatan yang kami buat-buat sendiri. Agenda Terselubung adalah hal lain yang kami rawat sendiri. Mungkin inilah yang ingin kami sampaikan pada kegiatan ini, berguna bagi warga sekitar” ujar Rusman perwakilan dari Literasi Jalanan Tarakan.

Suara sound system terdengung yang menyakitkan telinga itu akhirnya ada hasil dan terpakai. Terpal biru digelar, riasan ornamen terpasang sebagai altar panggung, anak-anak mengambar, para ibu-ibu sekitar antusias mengikuti cek kesehatan gratis. Ada yang menikmati musikalisasi puisi yang dibawakan oleh anak warga sekitar, ada yang sekedar berbincang dengan sesama teman, hingga ada pula yang menanyakan mengapa tempat acara berlangsung terlihat seperti anak-anak yang tidak diurus orang tuanya.

“Kenapa tempat nya macam tidak perna diurus nih, kumuh,” tanya seorang pengunjung pada kawannya.

“Area Tipikor Cuy (Tindak Pidana Korupsi),” balas kawannya.

Tidak puas hati, saya cek kebenerannya dimesin pencarian, ternyata benar sekali banyak media lokal memberitakan tempat kegiatan yang dipakai ini, terkait dengan kasus perkara tindak pidana korupsi. Ih serem. Mendengar itu saya mencoba mengikuti sebagian dari pengunjung yang lain melipir kesisi kanan mengambil es kopi gratis.

Hawa udara mulai sedikit sejuk, namun bau matahari dari kepala anak-anak masih terhirup. Band punk local Kunci Inggris mulai tampil, anak-anak mulai melepas sandal dan berkeliaran mencoba terhanyut dalam anthem yang dibawakan sambil memamerkan stiker dan poster yang mereka pegang. Bahkan ada dari sebagian anak-anak bau keringat akibat tak berhenti berlari. Ketika nanti acara selesai, saya berharap saat mereka pulang kerumah semoga tidak dimarahin ibu mereka lantaran bau matahari.

Penulis: Zanujad

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *