Borneonewsjournalist.co.id – Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Idonesia), Takwa (Taqwa, bentuk tidak baku) artinya terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Dosen STMIK PPKIA Tarakanita Rahmawati, Tarakan
Mahasiswa S3 Informatika Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
Takwa menurut kamus Islam adalah kesadaran dan ketaatan kepada Allah, serta takut kepada-Nya.
Takwa juga diartikan sebagai sikap cinta dan takut kepada Allah.
Takwa juga adalah bentuk kesalehan hidup.
Ciri-ciri orang bertakwa dalam Q.S Al-Baqarah[2] ayat 2-4 adalah:
1. Beriman kepada yang ghaib, termasuk di dalamnya beriman kepada Allah SWT dengan sungguh-sungguh;
2. Melaksanakan sholat;
3. Menginfakkan sebagian rezeki yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang membutuhkan;
4. Beriman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan Allah SWT;
5. Beriman kepada hari kiamat.
Tujuan berpuasa adalah agar kita menjadi muttaqin, lalu apa ciri-ciri dari orang yang bertakwa itu? Dengan mengetahui ciri-ciri orang bertakwa, maka kita bisa melihat dalam diri masing-masing, apakah kita termasuk di dalamnya ataukah belum, atau malah sebaliknya jauh dari karakter seorang muttaqin. Di dalam beberapa ayat al-Qur’an, Allah SWT menjelaskan tentang ciri-ciri orang yang bertakwa.
Salah satunya adalah dalam surat Ali-Imran[3] ayat 133-134: “Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.
Yaitu orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.
Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” Dalam Q.S Ali-Imran[3] ayat 134 dijelaskan ada 4 (empat) ciri orang-orang yang bertakwa, yaitu: (Pertama), orang yang bertakwa adalah orang yang suka berinfak baik dalam keadaan lapang (berkelebihan rezeki) maupun ketika dalam keadaan sempit (sedang susah).
Bersedekah dalam kedaan lapang atau sedang berkelebihan rezeki tentu lebih mudah untuk dilakukan, namun apakah seseorang masih ringan bersedekah ketika dirinya dan keluarganya sendiri dalam keadaan kekurangan serta kesusahan?. Jika dengan kondisi susah kita masih bisa ikhlas berinfak maka itu ciri dari orang yang bertakwa. Justru dengan hal itu, ketakwaan seseorang mendapatkan ujian yang sesungguhnya dari Allah SWT.
(Kedua), orang yang bertakwa adalah orang yang bisa menahan amarahnya. Setiap orang pasti memiliki sifat amarah. Mungkin bisa dikatakan sifat amarah merupakan bawaan yang dimiliki oleh setiap orang. Ketika seseorang direndahkan, dilukai harkat dan martabatnya atau juga dilukai secara fisik, maka akan secara spontan ada dorongan untuk melampiaskan amarah kepada orang yang merendahkan atau melukai itu.
Rasulullah SAW menyatakan, bahwa orang yang kuat itu bukanlah orang yang menang atau kuat dalam bergulat, tetapi orang yang kuat adalah mereka yang bisa menahan diri dari amarah.
Jadi kekuatan dan keperkasaan seseorang tidak dilihat dari kekuatan fisiknya tetapi dari kekuatan menahan marah atau mengendalikan kemarahan. (Ketiga), orang bertakwa adalah orang yang suka memberi maaf kepada orang lain. Setelah seseorang bisa menahan marah ketika ia direndahkan, dilecehkan atau dilukai secara fisik, maka ketinggian spiritualitasnya akan semakin berkilau jika ia dengan suka rela mau memaafkan kesalahan orang yang telah melukai/menyakiti hatinya.
Kerelaan memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain membutuhkan jiwa besar. Membutuhkan keikhlasan dan bebas dari rasa dendam kesumat. Betapa beratnya menjadi pemaaf, karena harus memiliki kebesaran jiwa dan keikhlasan hati. (Keempat), orang yang bertakwa berdasarkan surat Ali-Imran ayat 134, adalah orang yang suka berbuat baik (ihsan).
Secara fitrah naluriah tidak ada manusia yang tidak suka dengan kebaikan. Orang-orang pendosa, suka melakukan kemaksiatan, melanggar larangan Tuhan, pasti dalam hatinya mengakui dan merindukan kebaikan. Dengan kata lain, tidak ada orang yang tidak suka dengan perbuatan yang baik.
Oleh sebab itu, seseorang pasti menyukai orang-orang yang berbuat baik. Tatkala seseorang senantiasa berbuat baik (beramal shalih), maka dengan sendirinya ia telah meninggalkan perbuatan buruk dan dosa. Dengan demikian, keburukan secara otomatis dapat dicegah dengan kebaikan, dan Allah menyukai orang yang hidupnya dihiasi dan diliputi dengan perbuatan baik. Itulah ciri orang yang bertakwa.
Bekal takwa tersebut di atas semoga telah terbentuk selama sebulan penuh di bulan Ramadan, bulan pendidikan. Syawal, atau disebut juga dengan Hari Kemenangan, atau dikenal sebagai Idul Fitri, adalah momentum yang sangat istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia.
Setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadan, Hari Kemenangan menjadi waktu untuk merayakan pencapaian spiritual dan memperkuat hubungan dengan Allah serta sesama manusia. Mari kita menatap Hari Kemenangan dengan takwa, dengan melakukan hal-hal berikut:
(1) Meningkatkan ibadah, menjadi lebih bertakwa pasca Ramadan;
(2) Selalu bersyukur dan berdo’a;
(3) Mempererat silaturahmi;
(4) Senantiasa berbuat baik dan berbagi dengan sesama dalam keadaan lapang maupun sempit;
(5) Refleksi diri.
Idul Fitri bukan hanya tentang perayaan, tetapi juga tentang memperkuat iman, meningkatkan ibadah, dan berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Idul Fitri simbol keberhasilan melewati ujian Ramadan. Ramadan telah membentuk kebiasaan baik, jangan biarkan hilang begitu saja. Kemenangan sejati itu bukan sekedar berbaju baru, tetapi hati yang baru dan lebih bertakwa.
Idul Fitri bukanlah akhir dari perjalanan spiritual, melainkan awal untuk hidup dengan takwa. Semoga kita menjadi hamba yang terus meningkatkan keimanan, menjaga amal shaleh, dan menjadikan takwa sebagai pegangan hidup.