Borneonewsjournalist.co.id – Dalam suasana peringatan Sumpah Pemuda, semangat persatuan dan komitmen kolektif bangsa kembali kita renungkan. Namun, di tahun 2025, ruang dan medium perjuangan telah bergeser. Jika dulu suara pemuda berkumandang dari ruang-ruang rapat dan kertas koran, kini ia meledak di layar ponsel, media sosial, dan platform digital yang menembus batas. Data APJII menunjukkan penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 80,5% pada pertengahan 2025, dengan 229,43 juta pengguna aktif. Dari jumlah itu, lebih dari 60% adalah kelompok usia muda (15-34 tahun), yang menjadikan mereka nadi utama ekosistem digital nasional. Namun, angka ini bukan sekadar konsumsi, melainkan potensi besar untuk aksi.
Pemuda Indonesia kini berada di perempatan jalan. Di satu sisi, riset menunjukkan ketergantungan berlebihan pada media sosial dan rentannya kelompok muda terhadap hoaks dan radikalisasi digital. Di sisi lain, muncul gelombang pemuda yang memanfaatkan teknologi sebagai alat perubahan, menjadi arsitek digital, bukan sekadar penumpang. Mereka yang membangun aplikasi edukasi seperti Ruangguru dan Zenius; mereka yang menggalang penggalangan dana digital untuk korban bencana dalam hitungan jam; mereka yang menyuarakan isu sosial melalui konten kreatif di TikTok dan YouTube, semua itu adalah wujud nyata transformasi pemuda dari konsumen menjadi pencipta. Kemenkomdigi mencatat, pada 2025, lebih dari 1.300 startup digital dipimpin oleh founder di bawah usia 30 tahun. Ini adalah generasi yang tidak menunggu izin untuk berinovasi. Mereka adalah arsitek masa depan yang membangun Indonesia digital dari bawah, satu kode, satu konten, satu gerakan sosial pada satu waktu.
Namun, tantangan literasi digital masih besar. Hasil survei tahun 2024 menunjukkan hanya 42% pemuda yang mampu membedakan informasi faktual dari hoaks secara konsisten. Di sinilah semangat Sumpah Pemuda harus dimaknai ulang, bukan hanya sumpah bahasa dan tanah air, tetapi juga sumpah digital, untuk menggunakan teknologi dengan bertanggung jawab, kritis, dan inklusif. Dengan kemampuan menjangkau jutaan orang dalam detik, pemuda memiliki kekuatan luar biasa untuk menyebarkan nilai persatuan, kebenaran, dan keadilan. Pemuda harus terus didorong bukan hanya menjadi influencer populer, tetapi menjadi pemimpin digital dengan integritas.
Ada tiga pilar utama yang menjadikan pemuda sebagai arsitek perubahan yang efektif, yaitu: (1) Inovasi teknologi untuk solusi sosial. Banyak pemuda Indonesia yang telah mengembangkan aplikasi dan platform digital untuk mengatasi masalah konkret di masyarakat. Dari aplikasi pendidikan gratis untuk anak-anak di daerah terpencil hingga platform yang menghubungkan petani dengan pasar langsung, inovasi ini menunjukkan bagaimana teknologi dapat menjadi alat pemberdayaan sosial; (2) Kepemimpinan dalam gerakan digital. Pemuda saat ini memiliki kemampuan untuk memobilisasi massa melalui platform digital. Gerakan-gerakan sosial yang dimulai dari media sosial telah terbukti efektif dalam meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu penting seperti lingkungan, kesehatan mental, dan literasi digital; (3) Penguatan literasi digital. Sebagai arsitek perubahan, pemuda tidak hanya menggunakan teknologi, tetapi juga bertanggung jawab untuk meningkatkan literasi digital di komunitas mereka masing-masing. Ini mencakup kemampuan memilah informasi, berkarya secara kreatif, dan menggunakan teknologi secara etis.
Meskipun potensi pemuda digital sangat besar, masih ada tantangan signifikan yang perlu diatasi, yaitu: (1) Kesenjangan digital antara wilayah urban dan rural masih menjadi kendala utama. Banyak pemuda di daerah terpencil masih kesulitan mengakses internet berkualitas tinggi dan perangkat teknologi yang memadai; (2) Keterampilan digital juga menjadi perhatian serius. Tidak semua pemuda memiliki akses pendidikan teknologi yang berkualitas. Ini menciptakan kesenjangan dalam kemampuan untuk bersaing di ekonomi digital global.
Semangat Sumpah Pemuda harus diinternalisasi dalam setiap aksi digital pemuda Indonesia. Beberapa hal konkret untuk pemuda Indonesia: (1) Tingkatkan literasi digital secara proaktif. Jadilah agen perubahan di komunitas Anda dengan berbagi pengetahuan tentang penggunaan teknologi yang bijak dan bertanggung jawab; (2) Kembangkan solusi digital untuk masalah lokal. Identifikasi tantangan di lingkungan Anda dan gunakan kreativitas serta keterampilan teknologi untuk menciptakan solusi inovatif; (3) Bangun jejaring kolaborasi yang inklusif. Manfaatkan platform digital untuk terhubung dengan pemuda lain dari berbagai latar belakang, belajar dari pengalaman mereka, dan bersama-sama menciptakan dampak positif; (4) Jaga integritas dalam ruang digital. Sebagai arsitek perubahan, pemuda harus menjadi contoh dalam beretika digital, menghindari hoaks, ujaran kebencian, dan konten negatif lainnya.
Era digital telah membuka babak baru dalam perjalanan bangsa Indonesia. Pemuda hari ini memiliki kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk membentuk masa depan Indonesia. Semangat Sumpah Pemuda yang menggelora pada tahun 1928 kini menemukan ekspresi baru dalam aksi-aksi digital pemuda yang inovatif, kolaboratif, dan berdampak. Sebagai arsitek perubahan, pemuda Indonesia dituntut untuk tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pencipta solusi yang berorientasi pada kepentingan bersama. Dengan memanfaatkan kekuatan digital secara bijak dan bertanggung jawab, pemuda dapat mewujudkan visi Sumpah Pemuda dalam konteks modern. Masa depan Indonesia ada di tangan pemuda digital yang siap menjadi arsitek perubahan, mereka yang tidak hanya bermimpi tentang Indonesia yang lebih baik, tetapi juga secara aktif membangunnya melalui setiap kode yang ditulis, setiap konten yang dibagikan, dan setiap inovasi yang diciptakan.




