MALINAU, — Tradisi Beseruan, prosesi lamaran adat Suku Tidung, kembali digelar di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Upacara adat ini menjadi langkah awal menuju pernikahan yang sarat dengan nilai kesopanan, kehormatan, dan kebersamaan antar keluarga.
Dalam tradisi Beseruan, rombongan keluarga calon mempelai pria datang ke rumah keluarga calon mempelai wanita untuk menyampaikan niat lamaran secara resmi. Sebagai tanda kesungguhan, pihak pria membawa cinderamata berupa cincin sebagai simbol awal kesepakatan antara kedua belah pihak, hal ini digelar oleh Lembaga Besar Adat Tidung Malinau, Kamis, (09/10/25).
Salah satu keunikan tradisi Beseruan di Malinau adalah adanya balas pantun antara perwakilan keluarga pria dan wanita. Pantun ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga menjadi sarana menyampaikan pesan dan maksud secara halus dalam suasana penuh keakraban.
Setelah kesepakatan dicapai, dilanjutkan dengan penghitungan uang lamaran dan penyerahan seserahan yang berisi mas kawin, seperangkat alat salat, kasur, handuk, alat rias, serta perlengkapan rumah tangga lainnya. Dalam adat Tidung, pihak keluarga wanita tidak akan menyajikan hidangan sebelum kesepakatan lamaran tercapai, sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai persetujuan dan kehati-hatian antar keluarga.
Usai prosesi Beseruan, rangkaian adat dilanjutkan dengan Ngatod De Pulut, yakni pengantaran mas kawin ke rumah calon mempelai wanita, dan kemudian mencapai puncak pada upacara Kawin Suruk, tradisi pernikahan adat yang menjadi inti dari kebudayaan Suku Tidung.
Sebelum lamaran, masyarakat Tidung mengenal tahap Ginisinis, yaitu proses perjodohan di mana calon mempelai pria belum tentu diperkenalkan kepada calon istrinya hingga waktu yang tepat. Selain itu, terdapat ritual Bepupur, prosesi penyucian diri bagi calon pengantin agar siap secara lahir dan batin memasuki kehidupan rumah tangga.
Bupati Malinau Wempi W Mawa mengapresiasi pelestarian adat Tidung yang terus dijaga masyarakat. Ia menilai kegiatan budaya seperti Beseruan tidak hanya menjadi tontonan, tetapi juga sarana mempererat silaturahmi lintas generasi.
“Budaya ini harus terus dijaga oleh organisasi-organisasi kesenian yang ada. Jangan sampai warisan leluhur ini hilang di tengah kemajuan zaman,” ujar Wempi.
Ia menambahkan, keterlibatan generasi muda sangat penting agar tradisi tetap hidup dan berkembang. “Kalau generasi muda tidak diberi pemahaman dan pembekalan yang baik, suatu saat mereka akan kehilangan jati diri terhadap budaya mereka sendiri,” katanya.
“Mari kita pelihara bersama melalui sanggar-sanggar yang ada di tengah masyarakat. Karena budaya adalah kita, dan kita adalah budaya itu sendiri,” tutur Wempi.
Tradisi Beseruan menjadi bukti bahwa masyarakat Tidung di Malinau tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga menjadikannya pedoman moral dan identitas budaya di tengah perubahan zaman. (RED)




