Borneonewsjournalist.co.id, Jakarta – Dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang sejatinya diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah, dinilai masih rawan disalahgunakan. Para pelaku korupsi kerap menjadikan dana CSR sebagai celah untuk memperkaya diri maupun kelompok tertentu.
Sejumlah pakar hukum dan pengamat antikorupsi menilai, lemahnya sistem pengawasan dan transparansi membuat dana CSR rentan dimanipulasi. Modusnya beragam, mulai dari penyaluran fiktif, penggelembungan anggaran program sosial, hingga penunjukan lembaga pelaksana tanpa proses yang akuntabel.
“CSR sering kali tidak diaudit secara ketat. Padahal nilainya bisa miliaran rupiah. Kondisi ini membuka peluang terjadinya praktik korupsi, terutama ketika ada kongkalikong antara perusahaan dan oknum pejabat daerah,” ujar seorang pengamat kebijakan publik.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengingatkan agar penggunaan dana CSR tidak keluar dari jalurnya. CSR seharusnya berfokus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat, seperti pembangunan fasilitas umum, pendidikan, kesehatan, hingga program pemberdayaan ekonomi.
Di sisi lain, masyarakat menilai masih banyak program CSR yang hanya bersifat seremonial dan tidak menyentuh kebutuhan mendasar warga. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik penyelewengan.
Pengamat antikorupsi mendorong pemerintah untuk membuat regulasi yang lebih ketat serta mewajibkan perusahaan melaporkan realisasi dana CSR secara transparan dan terbuka. Publik pun diharapkan bisa ikut mengawasi, sehingga dana CSR benar-benar bermanfaat bagi kepentingan bersama, bukan menjadi “ladang basah” bagi para penjahat korupsi.(*)




