Mati Suri PERUSDA Nunukan | Warisan Kegagalan Tata Kelola dan Hilangnya Potensi Daerah

Nunukan – Perusahaan Daerah (PERUSDA) Nusa Serambi Persada Kabupaten Nunukan sejak tahun 2021 hingga kini masih dalam kondisi vakum alias mati suri. Padahal, badan usaha milik daerah ini seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi lokal sekaligus salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD).

Kondisi tersebut disorot oleh Mega Oktaviany, Ekonom Universitas Gunadarma yang juga Sekretaris Eksekutif Bersama Institute. Menurutnya, vakumnya PERUSDA Nunukan bukanlah takdir, melainkan akibat dari tata kelola yang buruk dan kesalahan fundamental dalam manajemen.

“Ini bukan sekadar cerita tentang badan usaha yang berhenti beroperasi. PERUSDA Nunukan adalah monumen kegagalan visi, cermin buruk tata kelola, serta warisan suram dari praktik manajemen yang jauh dari profesionalisme,” ujar Mega, Jumat (29/8/2025).

- Advertisement -

Potensi Besar, Tak Tergarap

Kabupaten Nunukan memiliki letak strategis di perbatasan langsung dengan Malaysia. Potensi perdagangan lintas batas, agribisnis (sawit dan turunannya), serta perikanan dan kelautan (terutama rumput laut) seharusnya bisa menjadi ladang bisnis yang digarap optimal oleh PERUSDA.

Namun, kenyataan menunjukkan sebaliknya. Alih-alih mengelola potensi ekspor rumput laut atau membangun rantai pasok agribisnis yang efisien, PERUSDA justru stagnan dan tanpa arah.

Mega menilai, masalah utama terletak pada lemahnya kompetensi manajemen. “Seharusnya manajemen mampu proaktif mencari mitra, melakukan studi kelayakan, dan berani mengambil risiko bisnis terukur. Sayangnya, itu tidak terlihat di PERUSDA Nunukan,” tambahnya.

Direksi Dipilih Berdasarkan Kedekatan Politik

Lebih jauh, Mega menyinggung penyakit kronis yang kerap menggerogoti BUMD di daerah: proses seleksi manajemen yang sarat kepentingan politik.

Ia menyebut, pada masa lalu, direksi PERUSDA Nunukan lebih dipilih karena kedekatan dengan bupati ketimbang kapasitas profesional. “Ketika kursi direksi diisi karena loyalitas politik, bukan karena uji kelayakan, maka perusahaan kehilangan arah. Dampaknya berlapis, mulai dari orientasi kinerja yang salah, lemahnya inovasi, hingga buruknya pengelolaan keuangan,” jelasnya.

Penyertaan modal dari pemerintah daerah yang seharusnya menjadi stimulus pertumbuhan, lanjut Mega, justru habis tanpa hasil signifikan. “Akhirnya, uang rakyat tidak menghasilkan keuntungan yang sepadan bagi daerah,” tegasnya.

Saatnya Audit Total dan Reformasi

Menurut Mega, kondisi mati suri ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ia mendorong pemerintah daerah untuk mengambil langkah tegas agar kerugian tidak terus berlanjut.

Ada dua rekomendasi utama yang ia sampaikan. Pertama, dilakukan audit total secara transparan untuk mengetahui ke mana aliran dana penyertaan modal PERUSDA selama ini. Kedua, jika ingin menghidupkan kembali PERUSDA, proses seleksi direksi dan dewan pengawas harus profesional, terbuka, serta akuntabel.

“Libatkan lembaga independen atau headhunter profesional untuk menjaring talenta terbaik yang memiliki visi dan rekam jejak bisnis mumpuni. Jangan lagi mengulang pola lama dengan menempatkan orang yang salah karena alasan politik,” ujarnya.

Mega menutup dengan peringatan bahwa mati surinya PERUSDA Nunukan adalah bukti nyata kegagalan tata kelola akibat intervensi politik. “Aset daerah harus dikelola oleh profesional demi kemakmuran rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir elite politik,” pungkasnya.