Pengamat Soroti Anjloknya Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Kalimantan Utara, Nilai Alokasi dari Pusat Dinilai Tidak Adil

Redaksi

KALIMANTAN – Gelombang kritik muncul dari sejumlah pengamat dan pemerhati kebijakan fiskal daerah terkait penurunan drastis Dana Bagi Hasil (DBH) untuk lima provinsi di Pulau Kalimantan tahun 2025. Mereka menilai kebijakan pemerintah pusat tersebut tidak mencerminkan keadilan fiskal, mengingat Kalimantan merupakan salah satu wilayah penyumbang besar penerimaan negara dari sektor sumber daya alam.

“Apakah kita akan terus membiarkan ini terjadi, sementara penghasilan daerah dari Kalimantan sangat besar? Pemerintah pusat seolah semaunya menentukan anggaran, dan yang paling dirugikan adalah masyarakat Kalimantan,” ujar salah satu pengamat ekonomi daerah yang enggan disebutkan namanya.

Dikutip dari kanal media sosial Info Borneo, berdasarkan data Kementerian Keuangan RI melalui rincian Transfer ke Daerah tahun 2025, terjadi penyusutan tajam pada nilai DBH untuk seluruh provinsi di Kalimantan.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Berikut data lengkapnya:

Kalimantan Barat: turun dari Rp 293 miliar menjadi Rp 130 miliar (▼-55,6%)

Kalimantan Selatan: turun dari Rp 3,4 triliun menjadi Rp 821 miliar (▼-75,8%)

Kalimantan Timur: turun dari Rp 6,97 triliun menjadi Rp 1,62 triliun (▼-76,7%)

Kalimantan Tengah: turun dari Rp 2,4 triliun menjadi Rp 504 miliar (▼-79,0%)

Kalimantan Utara: turun dari Rp 627 miliar menjadi hanya Rp 3,2 miliar (▼-99,5%)

Sumber data tersebut merujuk pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan yang telah mengunggah Data Alokasi Dana Transfer Umum (DTU) untuk tahun anggaran 2025.

Penurunan DBH secara ekstrem ini dinilai akan berdampak luas terhadap kemampuan daerah dalam menjalankan pembangunan dan pelayanan publik. Para pengamat mendesak agar pemerintah pusat segera melakukan revisi kebijakan transfer fiskal serta mempertimbangkan aspek keadilan wilayah penghasil dalam penyusunan anggaran.

“Kalau dibiarkan, ini bisa memperlebar kesenjangan antara pusat dan daerah. Kalimantan sebagai lumbung sumber daya alam, seharusnya mendapat porsi yang layak, bukan justru dikurangi secara ekstrem,” tegas salah satu pengamat kebijakan publik di Kalimantan Timur.

Dengan adanya sorotan publik ini, diharapkan pemerintah pusat dapat membuka ruang dialog dengan pemerintah daerah di Kalimantan untuk memastikan kebijakan fiskal nasional berjalan lebih adil, proporsional, dan berpihak pada daerah penghasil.(****)

Share This Article