BorneoNewsJournalist.co.id, Nunukan – Perkebunan sawit menjadi salah satu sektor strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Namun, potensi ini bisa berubah menjadi masalah jika pelaku usaha tidak menjalankan kewajibannya dengan benar. Kami dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Nunukan menyoroti praktik pengusaha sawit yang diduga melakukan ekspor tanpa membayar pajak daerah sebagaimana mestinya. Ini adalah bentuk penghindaran kewajiban yang merugikan daerah dan rakyat secara langsung.
Oleh karena itu, Andi Baso ketua umum HMI Cabang Nunukan meminta kepada pemerintah daerah untuk segera menertibkan pengusaha-pengusaha sawit nakal tersebut. Pemerintah tidak boleh diam apalagi memberi ruang kompromi terhadap pelanggaran yang merusak sistem keuangan daerah. Pajak dari sektor perkebunan seharusnya menjadi sumber pendapatan yang bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasional.
Kita semua tahu, banyak perusahaan sawit beroperasi di daerah, memanfaatkan sumber daya lokal, bahkan sering berdampak pada lingkungan dan sosial masyarakat. Namun saat diminta menunaikan kewajiban pajak daerah, justru menghindar dan berlindung di balik celah regulasi atau praktik kotor. Ini tidak bisa dibiarkan.
HMI mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap aktivitas ekspor dan pelaporan pajak oleh perusahaan sawit di wilayah perbatasan kabupaten Nunukan ini dan tidak terkecuali di pulau sebatik. Jika terbukti ada penghindaran pajak, maka tindakan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Tidak boleh ada pengusaha yang merasa kebal hanya karena memiliki modal besar atau kedekatan dengan penguasa.
Andi Baso dengan secara tegas meminta kepada pemerintah daerah untuk segera menertibkan para pengusaha sawit yang tidak menjalankan kewajiban ekspor dan menghindari pembayaran pajak. Baso menilai bahwa tindakan para pengusaha tersebut tidak hanya merugikan negara dari sisi penerimaan, tetapi juga menciptakan ketimpangan dalam tata kelola industri kelapa sawit di daerah.
“Pemerintah daerah harus hadir dan bersikap tegas terhadap pelaku usaha yang tidak patuh terhadap regulasi, terutama yang berkaitan dengan pajak dan kewajiban ekspor. Penegakan hukum yang konsisten menjadi kunci untuk menciptakan keadilan dan menjaga integritas sektor strategis ini,” ujar Baso
Kami juga meminta kepada DPRD dan lembaga pengawas lainnya untuk ikut aktif mengawal persoalan ini. Jangan sampai pendapatan asli daerah (PAD) bocor akibat kelalaian dan pembiaran yang seharusnya bisa dicegah.
Jika daerah ingin maju dan mandiri secara fiskal, maka sektor strategis seperti sawit harus ditata dengan serius dan adil. HMI akan terus mengawal isu ini dan berdiri bersama rakyat untuk menuntut keadilan serta transparansi dalam pengelolaan sumber daya daerah.
Ekspor ilegal adalah kegiatan mengirim barang atau komoditas ke luar negeri tanpa memenuhi syarat hukum yang berlaku di negara asal maupun negara tujuan. Ini bisa melibatkan pelanggaran terhadap aturan kepabeanan, perdagangan, perizinan, lingkungan, atau bahkan undang-undang internasional. Dengan melihat pada peraturan perundang-undang yang berlaku, tindakan mengangkut komoditas dari satu negara ke negara lain dikenal sebagai ekspor. Suatu negara biasanya melakukan kegiatan ekspor jika menghasilkan barang yang berjumlah besar dan permintaan domestik barang yang telah terpenuhi. Akibatnya, lebih banyak komoditas dikirim ke negara lain untuk diekspor. Negara Indonesia berpartisipasi aktif dalam kegiatan perdagangan global. Kelapa sawit adalah salah satu ekspor utama negara, menurut Kementerian Perdagangan Indonesia.
Kabupaten Nunukan merupakan wilayah perbatasan strategis dengan Malaysia, termasuk Pulau Sebatik, yang memiliki banyak celah jalur ilegal (sungai, pelabuhan tradisional) untuk pengiriman komoditas tanpa dokumen.Berdasarkan wilayah hukumnya,
Dasar Hukum Terkait Ekspor Ilegal dan Pelanggaran Perizinan
* Undang-Undang No. 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
• Pasal 102A dan 103: Melarang ekspor tanpa dokumen resmi, termasuk penyelundupan barang keluar wilayah RI.
• Sanksi: Pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar.
* Permendag No. 22 Tahun 2022 & Permendag No. 2 Tahun 2025
• Mengatur tata cara ekspor CPO dan produk turunan, serta pembatasan ekspor limbah sawit (UCO, POME, HAPOR).
* • Ekspor TBS atau CPO ke luar negeri tanpa izin ekspor resmi dianggap ilegal.
Kesimpulan
Jika perusahaan kelapa sawit di Nunukan:
• Mengekspor TBS/CPO ke Malaysia tanpa izin ekspor → melanggar UU Kepabeanan & Permendag.
Maka dapat dikenai sanksi administratif, pidana, dan/atau denda besar, sesuai peraturan di atas.
Dalam kasus dugaan ekspor ilegal yang terjadi di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, diketahu bahwa instasisetempat yang ada diwilayah merupakan sebagai penanggujawab terlaksananya proses ekspor.
Dalam menagani kasus ekspor ilegal, beberapa instansi yang dapat dituju untuk melakukan pelaporan, yaitu sebagai berikut :
1. Dinas Perkebunan Kabupaten: Mengawasi kegiatan perkebunan di tingkat kabupaten.
2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten: Mengawasi kegiatan perdagangan dan industri di tingkat kabupaten.
3. Kantor Bupati/Walikota: Sebagai otoritas tertinggi di tingkat kabupaten/kota.
4. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK): Mengawasi dampak lingkungan dari kegiatan perkebunan.
5. Kementerian Pertanian (Kementan): Mengawasi kegiatan perkebunan dan perdagangan komoditas pertanian.
6. Kementerian Perdagangan (Kemendag): Mengawasi kegiatan perdagangan internasional.
7. Kejaksaan Negeri: Sebagai lembaga penegak hukum.
8. Polres Kabupaten: Sebagai lembaga kepolisian di tingkat kabupaten.
Lembaga masyarakat juga dapat melaporkan ke lembaga independen seperti:
1. Ombudsman Republik Indonesia: Mengawasi kinerja lembaga pemerintah.
2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK): Mengawasi kasus korupsi.